Rabu, 29 Februari 2012

Tafsir Surat Al-Qari'ah

Surat yang mulia ini adalah makkiyah, dan ayat-ayatnya berjumlah sebelas ayat.[1]
Pada ayat yang pertama sampai ketiga, Allâh Ta'ala mengulang-ulang kata al-Qâri’ah (القَارِعَةُ). Diawali dengan kalimat pernyataan atau berita, kemudian dilanjutkan dengan dua kali kalimat pertanyaan. Sebagaimana telah diterangkan oleh para ulama, hal ini merupakan pengagungan Allâh Ta'ala terhadap betapa besar dan dahsyatnya hari Kiamat.[2]
Banyak penjelasan para ulama terhadap penafsiran makna al-Qâri’ah (القَارِعَةُ), yang seluruhnya kembali kepada satu makna, yaitu as-Sa’ah (hari Kiamat).[3]
Secara lebih luas, Syaikh ‘Athiyyah Muhammad Salim rahimahullâh mengatakan:
"Telah dijelaskan oleh Syaikh[4] -semoga Allah merahmati kami dan beliau-pada awal surat al-Wâqi’ah[5] (الوَاقِعَةُ), bahwa (al-Wâqi’ah) bermakna seperti ath-Thâmmah[6] (الطَّامَّةُ), ash-Shâkh-khah[7] (الصَّاخَّةُ), al-Âzifah[8] (الآزِفَةُ), dan al-Qâri’ah[9] (القَارِعَةُ)… dan telah diketahui (dalam bahasa Arab) bahwa sesuatu apabila besar (dahsyat) keadaannya, ia memiliki banyak nama.
Atau sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Ali radhiyallâhu'anhu (ia berkata), banyaknya nama (pada sesuatu) menunjukkan agungnya perkara tersebut. Juga telah diketahui, bahwa nama-nama tersebut bukanlah sinonim, karena sesungguhnya setiap nama memiliki makna tersendiri. Hari Kiamat dinamakan al-Wâqi’ah (الوَاقِعَةُ), karena hari itu pasti kejadiannya. Juga dinamakan al-Hâqqah[10] (الحَاقَّةُ) karena hari itu nyata dan benar adanya. Juga dinamakan ath-Thâmmah (الطَّامَّةُ), karena bencana, malapetaka dan kehancuran pada hari itu sangat umum dan menyeluruh. Juga dinamakan al-Âzifah (الآزِفَةُ), karena kejadian hari itu sudah dekat, (hal ini) seperti iqtarabatis sa’ah[11] (اِقْتَرَبَتِ السَّعَةُ). Demikian pula surat ini (al-Qâri’ah, Pen).
Lafazh al-Qâri’ah (القَارِعَةُ), berasal dari al-Qar’u (القَرْعُ) yang bermakna adh-Dharb (الضَّرْبُ), yakni pukulan. (Sehingga, penamaan hari Kiamat dengan nama ini) sesuai dengan penjelasan pada ayat berikutnya yang menerangkan, bahwa hari itu melemahkan seluruh kekuatan manusia, hingga manusia bagaikan kupu-kupu yang bertebaran, juga melumpuhkan kekuatan gunung-gunung, hingga gunung-gunung itu bagaikan bulu yang berhamburan.[12]
Dari penjelasan di atas, menjadi jelaslah bahwa makna al-Qâri’ah (القَارِعَةُ) adalah hari Kiamat, yang pada saat itu terjadi kehancuran, bencana, dan malapetaka yang amat besar. Makna ini, seperti ditunjukkan firman Allâh Ta'ala :
QS ar-Ra’d/13:31
… dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana
disebabkan perbuatan mereka sendiri…
(Qs. ar-Ra’d/13:31)

Pada ayat keempat surat al-Qâri’ah ini, Allâh Ta'ala berfirman:
Qs. al-Qari'ah/101 : 4
Pada hari itu manusia adalah seperti kupu-kupu yang bertebaran

Terdapat tiga pendapat di kalangan ulama dalam menafsirkan makna al-Farasy (الفَرَاشُ) pada ayat ini.
Pertama, maknanya ialah belalang-belalang kecil yang beterbangan dan saling bercampur-baur antara satu dengan lainnya.[13] Makna ini ditunjukkan oleh firman Allâh Ta'ala :
(QS al Qamar/54:7)
…seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.
(QS al-Qamar/54:7)

Kedua, maknanya ialah sejenis burung kecil atau serangga kecil, bukan nyamuk dan bukan pula lalat.[14]
Ketiga, maknanya ialah sesuatu yang berjatuhan dan bertebaran di sekitar api,[15] baik berupa nyamuk ataupun serangga-serangga kecil lainnya.[16]
Terdapat sebuah hadits shahih yang menunjukkan makna yang ketiga ini. Yaitu hadits Jabir bin Abdillah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata:
hadits
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Perumpamaan diriku dengan kalian bagaikan seseorang yang menyalakan api,
lalu mulailah laron-laron dan kupu-kupu berjatuhan pada api itu,
sedangkan ia selalu mengusirnya (serangga-serangga tersebut) dari api tersebut.
Dan aku (selalu berusaha) memegang (menarik) ujung-ujung pakaian kalian
agar kalian tidak terjerumus ke dalam neraka,
namun kalian (selalu) terlepas dari tanganku”.[17]

Pada ayat kelima, Allâh Ta'ala berfirman:
Qs. al-Qari'ah/101:05
Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan

Sebagian besar ulama menafsirkan lafazh al-‘Ihn (العِحْنُ) dengan makna ash-Shuf (الصُّوؤُ). Yaitu bulu atau kapas.[18]
Berdasarkan penjelasan ayat keempat dan kelima di atas, dapat kita pahami, salah satu kejadian yang dahsyat pada hari Kiamat adalah berubahnya keadaan manusia, sehingga ia bagaikan kupu-kupu atau belalang yang beterbangan, bertebaran dengan bercampur-baur dan tidak tentu arahnya. Demikian pula dengan gunung-gunung yang sebelumnya berdiri tegak dan kokoh, maka pada hari itu, gunung-gunung bagaikan bulu berhamburan. Seluruh makhluk Allâh Ta'ala yang kuat dan kokoh, pada saat itu kehilangan seluruh kekuatannya, karena demikian dahsyatnya hari Kiamat.[19]
Bentuk lain dahsyatnya hari Kiamat, disebutkan pula dalam firman Allâh Ta'ala :
Qs. al-Hajj/22 : 1-2
(Qs. al-Hajj/22 : 1-2)

1. Hai manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu!
Sesungguhnya kegoncangan hari Kiamat itu
adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
2. (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu,
lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya
dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil,
dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk,
padahal sebenarnya mereka tidak mabuk,
akan tetapi adzab Allâh itu sangat keras.

Hari Kiamat itu, juga merendahkan satu golongan dan meninggikan yang lainnya. Firman Allâh Ta'ala :
QS al Waqi’ah/56 : 3
(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).
(QS al Waqi’ah/56:3)

Pada hari itu, membuat seluruh manusia teringat segala yang pernah dilakukannya selama hidupnya di dunia. Allâh Ta'ala berfirman :
QS an-Nazi’at/79:35
Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya.
(QS an-Nazi’at/79:35)

Pada hari itu, seluruh manusia sibuk dengan urusannya, sampai-sampai ada yang lupa terhadap sanak familinya. Di antara manusia ada yang senang dan berseri-seri dengan sebab amal shalih yang mereka lakukan saat di dunia, yang akhirnya mengantarkannya ke surga. Tetapi sebagian lagi berwajah muram dan bersedih, disebabkan oleh amal-amal buruk yang telah mereka lakukan. Manusia pun mengetahui tempat mereka tinggal nantinya.[20]
Ditunjukkan dalam firman Allâh Ta'ala dalam surat ‘Abasa/80 ayat 34-42:
34. Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,
35. dari ibu dan bapaknya,
36. dari isteri dan anak-anaknya.
37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
38. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
39. tertawa dan bergembira ria.
40. Dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu,
41. dan ditutup lagi oleh kegelapan.
42. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.

Demikianlah keadaan manusia pada hari Kiamat.
Adapun keadaan gunung-gunung secara khusus pada hari itu, sebagaimana dijelaskan para ulama,[21] mula-mulanya gunung-gunung digerakkan dan dipindahkan dari tempatnya, kemudian benar-benar diluluh-lantakkan bagaikan bulu-bulu yang dihambur-hamburkan, sebagaimana diterangkan pada ayat kelima surat al-Qari'ah ini, hingga akhirnya gunung-gunung itu menjadi debu yang bertebaran dan bahkan menjadi fatamorgana.
Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan,
dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan.
(QS al Muzzammil/73:14)

Dan dijalankanlah gunung-gunung,
maka menjadi fatamorganalah ia.
(QS an Naba‘/78:20)

Maka, sudah seharusnya kita senantiasa bertakwa dan takut kepada Allâh Ta'ala, Yang Maha Perkasa dan Berkuasa atas segala sesuatu.
Pada ayat keenam, Allâh Ta'ala berfirman:
Qs. al-Qari'ah/101 : 6
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya

Ayat ini menunjukkan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang berkaitan dengan rukun iman kelima. Bahwa salah satu perwujudan beriman kepada hari akhir adalah meyakini adanya mizan (timbangan) pada hari Kiamat kelak. Barangsiapa yang berat amalan kebaikannya, maka akan mendapatkan kehidupan yang baik, dan demikian sebaliknya.[22]
Di antara dalil lainnya dari al Qur‘an yang menunjukkan adanya mizan (timbangan) pada hari Akhir, yaitu firman Allâh Ta'ala , yang artinya:
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat,
maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun,
dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya,
dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.
(QS al-Anbiya‘/21:47)

Begitu pula banyak hadits shahih yang menunjukkan adanya mizan (timbangan) pada Hari Akhir, sebagaimana hadits-hadits berikut ini.
Hadits Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata:
hadits
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“(Ada) dua perkataan yang ringan, (namun) berat dalam mizan (timbangan)
dan dicintai oleh ar-Rahman (Allâh Ta'ala ),
(yaitu) Subhanallahi wa bihamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya),
Subhanallahil ‘Azhim (Maha Suci Allah Yang Maha Agung)”.[23]

Hadits Abu ad-Darda’ radhiyallâhu'anhu, dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
hadits
Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam mizan (timbangan) dari akhlak yang baik.[24]

Pada ayat ketujuh, Allâh Ta'ala berfirman:
Qs. al-Qari'ah/101 : 7
Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan

Para ulama menjelaskan, yang dimaksud dengan kehidupan yang memuaskan adalah kehidupan di surga.[25]
Banyak ayat yang menerangkan kehidupan yang penuh kenikmatan bagi para penghuni surga, di antaranya firman Allâh Ta'ala dalam surat al-Insan/76 ayat 10-22, yang artinya:
10. Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Rabb kami pada suatu hari
yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
11. Maka Rabb memelihara mereka dari kesusahan hari itu,
dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.
12. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka
(berupa) surga dan (pakaian) sutera.
13. Di dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan,
mereka tidak merasakan di dalamnya (terik) matahari
dan tidak pula dingin yang bersangatan.
14. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka
dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.
15. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak
dan piala-piala yang bening laksana kaca,
16. (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak
yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya.
17. Di dalam surga itu, mereka diberi minum segelas (minuman)
yang campurannya adalah jahe,
18. (yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil.
19. Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda,
apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang bertaburan
20. Dan apabila kamu melihat di sana (surga),
niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.
21. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal
dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak,
dan Rabb memberikan kepada mereka minuman yang bersih.
22. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan).

Dan masih banyak ayat lain yang menerangkan beragam kenikmatan yang diperoleh para penghuni surga. Mudah-mudahan Allâh Ta'ala menjadikan kita termasuk para penghuni surga-Nya. Amin.

Kemudian, pada ayat kedelapan sampai ayat terakhir, Allâh Ta'ala berfirman:
Qs. al-Qari'ah/101 : 8-11
8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
9. maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
10. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
11. (Yaitu) api yang sangat panas.

Terdapat tiga penafsiran di kalangan para ulama terhadap makna ayat kesembilan.
Pertama, maknanya adalah, ia jatuh dan masuk ke dalam neraka dengan ujung kepalanya lebih dahulu.[26]
Kedua, ayat tersebut merupakan ungkapan dalam bahasa Arab, dilontarkan bagi orang yang terjatuh ke dalam permasalahan yang berat dan menyulitkan.[27]
Ketiga, maknanya, tempat tinggal dan kembalinya adalah neraka.[28] Sehingga, menurut penafsiran yang ketiga ini, hawiyah (هَاوِيَة) merupakan salah satu dari nama-nama neraka.[29]
Adapun sebab penamaan neraka ini dengan ummuhu (أُمُّهُ), yakni ibunya, karena neraka tersebut sebagai satu-satunya tempat kembalinya. Seolah-olah neraka tersebut adalah ibunya yang merupakan tempat kembalinya seorang anak.[30]
Tiga penafsiran para ulama di atas tidaklah saling bertentangan, bahkan saling mendukung dan menjelaskan makna lainnya.[31]
Terdapat sebuah hadits mauquf[32] yang menunjukkan tentang tiga penafsiran di atas, yaitu hadits Abu Ayyub al-Anshari radhiyallâhu'anhu, beliau berkata :
hadits
hadits
Apabila seorang hamba telah mati,
ahlurrahmah (hamba-hamba Allah yang penuh kasih sayang)
menemuinya seperti orang-orang di dunia menemui pembawa berita gembira.
Mereka menghampirinya untuk menanyainya.
Lalu sebagian mereka berkata,
“Tunggulah saudara kalian ini, biarkan ia beristirahat, karena ia masih lelah”.
Lalu mereka pun menghampirinya dan bertanya kepadanya,
“Apa yang dilakukan si Fulan? Apa yang dilakukan si Fulanah? Apakah ia sudah menikah?”.
Lalu tiba-tiba mereka bertanya tentang seseorang yang telah mati sebelumnya,
ia menjawab, “Ia telah binasa”.
Mereka berkata, “Inna lillahi wa Inna ilaihi raji’un
(sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya),
ia telah kembali kepada ibunya (neraka),
sungguh itu seburuk-buruk ibu dan seburuk-buruk pendidik”.
Lalu ditunjukkanlah seluruh perbuatan mereka.
Jika mereka melihat amal mereka baik,
mereka gembira dan senang, lantas berkata,
“Inilah kenikmatan-Mu atas hamba-Mu, maka sempurnakanlah”.
Dan jika mereka melihat amal mereka buruk, mereka berkata,
“Ya Allah, lihatlah (periksalah) kembali hamba-Mu”.[33]

Ayat terakhir (kesebelas) surat yang agung ini, diterangkan oleh para ulama, juga merupakan penafsiran dari lafazh hawiyah ( ) pada ayat sebelumnya.[34]
Ada beberapa hadits shahih yang maknanya berkaitan erat dengan ayat terakhir ini, di antaranya sebagai berikut :
Hadits Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata:
hadits
Sesungguhnya Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Api kalian ini, yang dinyalakan manusia
hanyalah sebagian dari tujuh puluh bagian panasnya neraka Jahannam”.
Mereka berkata: “Demi Allah, api ini sudah cukup (panas), wahai Rasûlullâh!”.
Beliau bersabda,”Sesungguhnya api neraka Jahannam lebih (panas) sebanyak enam puluh sembilan kali (dari api di dunia).
Tiap-tiap bagiannya sama panasnya”.[35]

Hadits an-Nu’man bin Basyir radhiyallâhu'anhu, beliau berkata:
hadits
Aku mendengar Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya adzab penghuni neraka yang paling ringan pada hari Kiamat adalah,
seseorang diletakkan dua buah bara di tengah-tengah kedua telapak kakinya,
(lalu) mendidihlah otaknya disebabkan dua bara itu.”[36]

Hadits Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata:
hadits
Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila panas menyengat, maka undurkan shalat sampai waktu sejuk,
karena sesungguhnya panas yang menyengat berasal dari hawa Jahannam”.[37]

Mudah-mudahan Allâh Ta'ala senantiasa melindungi dan menjauhkan kita dari segala hal yang dapat mengantarkan kepada panasnya api neraka Jahannam.
Demikianlah tafsir surat al-Qâri’ah, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat menambah iman, ilmu dan amal shalih kita. Wallahu A’lam bish- Shawab.

[1]
Lihat Jami’ul-Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an (30/340), al-Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/152), Zadul Masir (9/213), Tafsir Ibnu Katsir (8/468),
[2]
Lihat Jami’ul-Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an (30/340), al-Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/152-153), Zadul Masir (8/345-346), Tafsir Ibnu Katsir (8/468).
[3]
Di antaranya adalah al Imam ath-Thabari di dalam tafsirnya (30/340), beliau membawakan beberapa riwayat dengan sanad-sanadnya dari Ibnu Abbas radhiyallâhu'anhu, Qatadah, dan Waki’. Mereka semua mengatakan bahwa makna al-Qâri’ah ( ) adalah as-Sa’ah ( ), yakni hari Kiamat.
[4]
Maksudnya adalah Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi rahimahullâh (1320-1393 H).
[5]
Surat al Waqi’ah/56 ayat 1.
[6]
Surat an Nazi’at /79 ayat 34.
[7]
Surat ‘Abasa/80 ayat 33.
[8]
Surat an Najm/53 ayat 57.
[9]
Surat al-Qâri’ah/101 ayat 1-3.
[10]
Surat al Haqqah/69 ayat 1-3.
[11]
Surat al-Qamar/54 ayat 1. Yang artinya, telah dekat saat itu (yakni, hari Kiamat).
[12]
Adhwa’ul-Bayan (9/70).
[13]
Lihat al-Jami’ li Ahkamil-Qur‘an (20/152), Tafsir Ibnu Katsir (8/468).
[14]
Lihat Adhwa’ul-Bayan (9/71).
[15]
Lihat Jami’ul-Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an (30/341). Al-Imam ath-Thabari berkata dengan pendapat ini.
[16]
Lihat Zadul Masir (9/214).
[17]
HR Muslim (4/1790 no. 2285), dan lain-lain. Hadits ini dibawakan pula oleh al-Imam al-Qurthubi rahimahullâh di dalam tafsirnya (20/153). Lihat pula Adhwa’ul-Bayan (9/71-72).
[18]
Lihat Tafsir ath-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an (30/341), al-Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/153), Zadul Masir (9/214), Tafsir Ibnu Katsir (8/468), Adhwa’ul-Bayan (9/71).
[19]
Lihat Adhwa’ul-Bayan (9/71).
[20]
Lihat Tafsir Ibnu Katsir (8/325-327), surat ‘Abasa/80 ayat 34-42.
[21]
Lihat Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an (30/341), Zadul-Masir (9/214), Tafsir Ibnu Katsir (8/468), Adhwa’ul-Bayan (9/71), Taisir al-Karimir-Rahman (2/1192).
[22]
Lihat contohnya dalam Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, halaman (240), dan Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah (2/636-640) untuk pembahasan lebih luas dalam masalah ini.
[23]
HR al Bukhari (5/2352, 6/2459, 2749), Muslim (4/2072 no. 2694), dan lain-lain.
[24]
HR Abu Dawud (4/253 no. 4799), at-Tirmidzi (4/362-363 no. 2002, 2003) dan lain-lain. Dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al- Albani. Lihat as-Silsilah ash-Shahihah (2/535 no. 876).
[25]
Lihat Jami’ul-Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an (30/342), Tafsir Ibnu Katsir (8/468) dan Taisir al-Karimir-Rahman (2/1192).
[26]
Demikian pendapat Abu Shalih, Qatadah, dan Ikrimah. Lihat pula Jami’ul-Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an (30/342), al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/154), Tafsir Ibnu Katsir (8/468).
[27]
Ini juga pendapat Qatadah. Lihat Jami’ul-Bayan ‘an Ta’wil Ayil- Qur`an (30/342).
[28]
Ini pendapat Ibnu Zaid, al Farra’, Ibnu Qutaibah, dan az-Zajjaj. Pendapat ini didukung oleh al Imam Ibnul Jauzit di dalam tafsirnya, Zadul-Masir (9/215).
[29]
Lihat Tafsir Ibnu Katsir (8/468) dan Adhwa’ul-Bayan (9/74).
[30]
Lihat Jami’ul-Bayan ‘an Ta’wil Ayil- Qur`an (30/342) dan al-Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/154).
[31]
Lihat Adhwa’ul-Bayan (9/74).
[32]
Yaitu hadits yang hanya sampai pada sahabat, tidak sampai pada Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.
[33]
Syaikh al-Albani rahimahullâh di dalam as-Silsilah ash-Shahihah (6/604-607 no. 2758) berkata, “(Hadits ini) dikeluarkan oleh Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd (149/443)..., ath-Thabrani dalam al- Mu’jamul-Kabir (4/153-154/3887-3888)..., al-Hakim (2/533)...”.
[34]
Lihat Adhwa’ul-Bayan (9/74).
[35]
HR al-Bukhari (3/1191), Muslim (4/2184 no. 2843), dan lain-lain. Dan ini lafazh Shahih Muslim.
[36]
HR al Bukhari (5/2400), Muslim (1/196 no. 213), dan lain-lain. Dan ini lafazh Shahih Muslim.
[37]
HR al Bukhari (1/198, 199), Muslim (1/430 no. 615), dan lain-lain. Dan ini lafazh Shahih Muslim.

Bani Israil

Bani Israil (bahasa Arab: بنو إسرائيل, Banū Isräīl) adalah sebutan untuk kaum keturunan Israil yakni kaum Israel. Sebutan ini juga merupakan sebutan yang digunakan dalam Al Qur'an saat merujuk hal yang sama, Allah kerap memanggil Yaqub (Bahasa Inggris Jacob) dengan nama Israel, maka anak-cucunya disebut Bani Israil. Sebuah surat dalam Al Qur'an yakni surat Al Israa' juga memiliki nama lain yang banyak dikenal sebagai surat Bani Israil. Adapun keturunan Ishaq dari putra pertamanya Esau disebut sebagai Bani Ishaq.

Etimologi

Kalimat Bani Israel berasal dari Bani dalam bahasa Arab artinya keturunan dan Israel adalah kalimat yang terdiri dan dua kata Isra berarti hamba/ teman dekat dan El berarti Tuhan. Maka arti Israel adalah hamba Tuhan atau teman dekat Tuhan. Dan dalam kebanyakan bahasa Semit, bukan hanya dalam bahasa Ibrani, kata El selalu bermakna Tuhan.
Didalam sumber lain mengatakan bahwa Israil memiliki arti "berjalan di malan hari." Karena menurut beberapa sumber kisah, Yaqub sering melakukan perjalanan diwaktu malam hari, karena jika dia melakukan perjalanan disiang hari, dia takut akan ditemukan dan disiksa oleh saudaranya.[1]

[sunting] Genealogi

Dari keempat orang istrinya Ya'qub memiliki 12 putra, yakni Rubin, Simeon, Lawway, Yahuda, Zebulaon, Isakhar, Dann, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Benyamin.[2]
Putra-putra Ya'qub inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya istilah Bani Israil. Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath, yang berarti cucu-cucu. Sibith dalam bangsa Yahudi adalah seperti suku bagi bangsa Arab dan mereka yang berada dalam satu sibith berasal dari satu bapak. Masing-masing anak Ya'qub kemudian menjadi bapak bagi sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari putra-putra Ya'qub yang berjumlah 12 orang.
Dalam sibith-sibith ini kelak diturunkan para nabi-nabi yang lain, di antaranya adalah:

[sunting] Karakter Bani Israel

Sifat-sifat Bani Isrel digambarkan di dalam Al-Qur'an sebagian besar sebagai manusia yang keras kepala, membangkang, pesimis, tamak terhadap dunia, pengecut, suka menghina, mengolok-olok nabi, seperti dalam surah Al-Ahzab: 69. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa." (Al-Ahzab: 69)
Telah ditunjukkan beberapa mukjizat oleh para nabi Musa, Isa dan lainya. Mereka tetap tidak mengakui tentang kebenaran ajaran yang dibawa oleh para nabinya. Pembunuhan bukan hal asing dalam sejarah Bani Israel, bahkan nabi-nabi mereka, seperti Zakariyya dan Yahya pun dibunuh. Mereka juga mengira telah berhasil membunuh Isa dan bangga atas usahanya.
Semasa Yusuf memiliki kekuasaan di Mesir, Bani Israel berkembang dari tujuh puluh orang menjadi tiga juta orang. Di antara mereka terdapat ratusan ribu orang Yahudi dari keturunan Yahuda yang rata-rata berotak cerdas tetapi sebagian besar dari bangsa ini memiliki watak buruk seperti, kikir, sombong, keduniaan, berkeinginan menguasai bangsa lain, ashabiyah (fanatis), kejam dan sebagainya.[3]

[sunting] Kisah Musa

  • Menghina Musa
Musa pernah dihina oleh Bani Israel bahwa Musa memiliki penyakit kulit dan memiliki testis yang besar, Musa tidak pernah mandi bersama dengan mereka karena Musa digambarkan sebagai orang yang pemalu.[4] Terbukti setelah adanya kisah batu yang membawa baju Musa yang sedang mandi, mereka baru mempercayai Musa sebagai orang yang sehat.[5] Kisah ini tercantum dalam salah satu surah Al-Ahzab 33:69 yang berbunyi,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab 33:69)
  • Pengharamkan tanah Palestina bagi Bani Israil selama 40 tahun
Tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestina, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku Kana’an yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan adu kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan’aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.
Di antara Bani Israil itu, ada 2 orang bertakwa yang menasihati mereka agar masuk dari pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan tetapi Bani Israil menolak nasihat itu dan melontarkan kepada Musa kalimat yang menunjukkan pembangkangan dan sifat pengecut, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, sementara kami menunggu di sini."
Melihat sikap umatnya yang pengecut, maka naik pitamlah Musa kepada umatnya yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka, yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah. Sehingga Bani Isra’il pun mendapatkan hukuman karena telah menolak perintah Allah memasuki Palestina, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Ibrahim.[6] Kisah diatas tercantum dalam Al Qur'an surah Al-Ma'idah: 20 - 26.
  • Merubah perintah Allah
Ketika mereka akan memasuki desa di Baitul Maqdis yang dijanjikan seraya bersujud dan mengucapkan memohon ampunan, tapi mereka mengganti perintah itu dengan cara melata di atas pantatnya dan mengatakan hinthah, yakni "Sebiji gandum atau biji dalam sehelai rambut.".
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik." Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik. (Al-Baqarah 2:58-59)
  • Enggan melaksanakan Taurat
Bani Israel enggan melaksanakan hukum yang terdapat dalam Taurat sehingga Allah mengangkat gunung Tursina untuk mengambil perjanjian yang teguh.
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati." Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat). (Al-Baqarah 2:93)
  • Tidak mau beriman kecuali jika melihat Allah langsung
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya." (Al-Baqarah 2:55)
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami ma'afkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (An-Nissa 4:153)
  • Menuduh Musa mengolok-olok mereka
Saat mereka disuruh menyembelih sapi betina, untuk menunjukkan siapa yang telah membunuh salah seorang dari mereka.
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil. (Al-Baqarah 2:67)
  • Mengarang al-kitab dengan tangan mereka
Mereka pernah mengarang al-kitab lalu mereka mengatakan ini dari Allah.
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah 2:79)
  • Mengaku bahwa wahyu yang dibaca adalah asli
Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui. (Al-'Imran 3:78)
  • Merubah Firman Allah
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (Al-Baqarah 2:75)
  • Menyembah patung sapi
Penyembahan ini terjadi pada saat mereka ditinggal Musa menerima wahyu berupa Taurat, salah seorang pengikut Musa yang masih dipengaruhi nuansa mistis Mesir kuno mencoba untuk membuat sebuah patung sapi betina, kemudian diperintahkan olehnya untuk menyembah patung tersebut.
Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah 2: 51)
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah 2: 92)
  • Mengatakan Tangan Allah terbelenggu (kikir)
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. (Al Maa'idah 5:64)
  • Menuduh Allah itu faqir
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya." Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah olehmu azab yang membakar." (Al-'Imran 3:181)
  • Menyuruh Musa dan Tuhannya berperang untuk mereka
Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja." (Al-Maa'idah 5:24)

[sunting] Kisah Isa

  • Persekongkolan pendeta Yahudi
Para pendeta Yahudi pernah merancang suatu persekongkolan untuk menyingkirkan Isa. Mereka ingin mengusir Isa dan membuktikan bahwa Isa datang untuk menghancurkan syariat Musa. Syariat Musa memutuskan untuk merajam seorang wanita yang berzina. Para pendeta Yahudi menghadirkan wanita yang salah yang berhak dirajam. Mereka berkumpul di sekeliling Isa dan bertanya kepadanya: “Tidakkah syariat menetapkan untuk merajam wanita yang bersalah?” Isa menjawab: “Benar,” Mereka berkata: “Ini adalah wanita yang bersalah.” Isa memandang wanita itu dan ia pun melihat para pendeta Yahudi. Isa mengetahui bahwa para pendeta Yahudi lebih banyak kesalahannya daripada wanita tersebut.
Para pendeta itu menunggu jawaban Isa. Jika ia mengatakan bahwa wanita itu tidak berhak dibunuh, maka berarti ia menentang syariat Musa dan jika ia mengatakan bahwa ia berhak dibunuh, maka ia justru menghancurkan dirinya sendiri yang membawa syariat cinta dan toleransi.
Isa memahami bahwa ini adalah persekongkolan yang akan menjebaknya, kemudian ia tersenyum dan wajahnya tampak bercahaya. Kemudian ia melihat para pendeta Yahudi dan wanita itu sambil berkata: “Barangsiapa di antara kalian yang tidak memiliki kesalahan, maka hendaklah ia merajam wanita itu.” Isa menetapkan peraturan baru yang berhubungan dengan hukum yang dijatuhkan kepada orang yang berbuat salah. Dalam syariat Islam, diajarkan hendaklah orang yang tidak berbuat salah menghukum orang yang salah dan tidak berhak seseorang pun dari kalangan manusia untuk menghukum orang yang bersalah jika ia sendiri masih memiliki kesalahan, tetapi yang harus menghukumnya adalah Allah.[7]
  • Fitnah dari Bani Israel
Ketika Isa terus mendakwahkan risalah Tuhan, kaum Bani Israel mengetahui gelagat yang tidak menguntungkan pihaknya. Maka kaum Bani Israel pun mengambil jalan dengan memfitnah Isa. Dikatakan bahwa Isa dikatakan memiliki kekuatan sebagai penyihir dan sebagai orang yang akan mengubah syariat dan mereka menisbatkan kekuatannya yang luar biasa kepada kekuatan setan. Ketika mereka tidak lagi memiliki tipu daya yang dapat melumpuhkan Isa dan mereka melihat orang-orang yang lemah dan orang-orang fakir berkumpul di sekitarnya, maka mereka mulai membuat suatu makar, yaitu mereka mulai memengaruhi orang-orang Romawi. Ketika orang Yahudi tidak berhasil memerangi Isa, maka mereka mengambil keputusan untuk menghilangkan nyawa Isa.
Mulailah para ketua pendeta Yahudi bermusyawarah untuk membuat suatu kesimpulan tentang cara yang mereka lakukan untuk menangkap Nabi Isa yang tidak menirnbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Ketika para pemimpin Yahudi bermusyawarah, maka salah seorang dari murid al-Masih yang dua belas pergi kepada mereka, yaitu Yahuda al-Iskhariyutha, dengan meminta sejumlah imbalan. Tetapi pada akhirnya Isa tidak berhasil mereka bunuh.[8]

TAFSIR SURAT AL-ANFAL:24-26 (Takutlah Azab Yang Tidak Hanya Menimpa Orang Zhalim)

Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan,[24]. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya,[25]. Dan ingatlah (hai para muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolonganNya dan diberi-Nya kamu rezki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.[26]”
Makna Global Ayat
Ini adalah panggilan kemuliaan ilahi ke-tiga (panggilan pertama pada ayat 15, panggilan ke-dua pada ayat 20) kepada kaum Mukmin. Pada kesempatan ini, Rabb Ta’ala berkenan memanggil mereka dengan panggilan-Nya untuk memuliakan mereka dengan perintah atau larangan-Nya kepada mereka. Hal ini, sebagai bentuk pendidikan sekaligus persiapan bagi kebahagiaan dan kemuliaan mereka di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” ; ini semakna dengan panggilan pertama (pada ayat 20), “Ta’atlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Sedangkan firman-Nya, “Kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” ; memberikan kesan bahwa perintah-perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah sama seperti larangan-larangan-Nya, tidak luput dari suatu yang memberi kehidupan kepada kaum Mukminin* atau menambah kehidupan mereka atau menjaganya untuk mereka. Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya wajib dita’ati semaksimal mungkin dalam berbuat ta’at kepada keduanya.
Firman-Nya, “Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya” ; adalah peringatan besar kepada kaum Mukminin bahwa bilamana mereka diberi kesempatan untuk berbuat baik, maka hendaknya menggunakannya sebelum kesempatan itu luput, apalagi bila ia merupakan dakwah dari Allah dan Rasul-Nya, sebab Allah Maha Mampu untuk membatasi antara manusia dan apa yang diinginkannya, antara seseorang dan hatinya** dengan membolak-balikkan hati dan mengarahkannya ke arah yang lain sehingga ia tidak menyukai kebaikan dan suka kepada keburukan.
Dan firman-Nya, “Dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” ; artinya, orang yang mengetahui bahwa ia akan dikumpulkan kepada Allah, siapa pun ia, bagaimana mungkin akalnya bisa berpaling setelah mendengar seruan-Nya yang memerintahkan sesuatu atau larangannya terhadap sesuatu.?
Dan firman-Nya, “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu”***; merupakan peringatan lain yang begitu serius kepada kaum Mukminin agar jangan sekali-kali meninggalkan keta’atan kepada Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang mengakibatkan kejahatan semakin menyebar dan kerusakan merajalela, lalu karenanya Allah timpakan bencana yang merata; menimpa orang-orang yang shalih dan Thalih (kebalikan orang shalih), orang yang berbuat kebajikan dan orang yang bejad (fajir),****orang yang zhalim dan orang yang berlaku adil.
Firman-Nya, “Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”; ini memperkuat peringatan sebelumnya bahwa Allah Ta’ala bila menimpakan azab karena perbuatan dosa dan maksiat, maka azabnya amat pedih dan keras, tidak mampu jiwa menanggungnya. Karena itu, hendaklah kaum Mukminin berhati-hati terhadap hal itu dengan senantiasa melakukan keta’atan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Firman-Nya, “Dan ingatlah (hai para muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur”; ini adalah wejangan Rabbani bagi orang-orang Mukmin yang berinteraksi dengan dakwah Islamiyyah di hari-hari pertamanya (pertama munculnya dakwah Islamiyyah). Rabb mereka mengingatkan kondisi mereka terdahulu yang serba kekurangan dan lemah, yang takut diculik orang-orang kafir karena mereka hanya minoritas dan kaum lemah, lalu Dia menolong mereka dengan tentara-Nya sehingga mereka menjadi mulia setelah sebelumnya hidup dalam kehina-dinaan dan menjadi kaya setelah sebelumnya melarat dan tidak memiliki apa-apa (papa). Dia juga menganugerahi mereka rizki dari yang baik-baik untuk memuliakan mereka sebagai peringatan kepada mereka agar bersyukur sebab orang yang hidup dalam kondisi tersebut dan merasakannya pastilah akan mensyukuri nikmat. Syukur adalah memuji al-Mun’im (Pemberi nikmat), menyanjung-Nya, berbuat ta’at kepada-Nya, mencintai-Nya dan menyalurkan nikmat tersebut di jalan yang diridlai-Nya. Allah Maha Mengetahui bahwa mereka telah bersyukur. Semoga Allah meridlai dan membuat mereka ridla serta mendampingkan kita dengan mereka dalam kondisi sabar dan bersyukur. (Ays)
Tafsir Syaikh as-S’ady Terhadap Ayat 25
Firman-Nya, “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu”; yakni bahkan menimpa pelaku kezhaliman dan orang selainnya, hal ini terjadi bila kezhaliman sudah begitu nyata, namun tidak dirubah sehingga siksaan-Nya mencakup pelakunya dan orang selainnya. Cara memelihara diri dari fitnah (siksaan) ini adalah dengan mencegah kemungkaran, melibas pelaku kejahatan dan kerusakan dengan tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk berbuat maksiat dan berbuat zhalim sebisa mungkin.
Firman-Nya, “Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”; yakni bagi orang yang sengaja menantang kemarahan-Nya dan bersimpangan dengan hal yang diridlai-Nya. (Tys)
Petunjuk Ayat
Di antara petunjuk ayat-ayat di atas adalah:
1. Kewajiban untuk bersegera memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya*****dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, karena hal itu merupakan bagian dari kehidupan seorang Muslim.
2. Wajibnya menggunakan kesempatan untuk berbuat baik sebelum waktunya lewat; kapan saja seorang Mukmin mendapatkan kesempatan itu, maka ketika itu wajib baginya untuk memanfa’atkannya dengan sebaik-baiknya.
3. Wajibnya beramar ma’ruf nahi munkar untuk memelihara diri dari fitnah-fitnah yang bersifat umum, yang dapat membinasakan orang yang berbuat adil dan orang yang berlaku zhalim.
4. Wajibnya mengingat nikmat untuk mensyukurinya dengan cara berbuat ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya.
5. Wajibnya mensyukuri semua nikmat dengan memuji Allah, menyanjung-Nya, mengakui anugerah nikmat-Nya pada dirinya serta mengaplikasikannya dengan cara yang sesuai dengan apa yang diridlai-Nya. (Ays)
CATATAN:
* Dalam ayat tersebut terdapat dalil bahwa kekufuran dan kebodohan ibarat kematian yang bersifat maknawi (non fisik) bagi manusia sebab dengan keimanan dan ilmu terjadi kehidupan dan dengan lawan keduanya terjadi kematian.
** Lebih dari seorang periwayat meriwayatkan dari Nabi SAW, sabda beliau, “Allaahumma Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbii ‘Ala Diinik (Ya Allah, Wahai Yang membolak-balikkan setiap hati, mantapkanlah hatiku di atas dien-Mu) .” Dalam riwayat Muslim dinyatakan, “Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubana Ila Thaa’atik (Ya Allah, Yang merubah setiap hati, rubahlan setiap hati kami kepada berbuat ta’at kepada-Mu) .”
*** Mengenai ayat ini, Ibn ‘Abbas berkata, “Allah memerintahkan kepada kaum Mukminin agar tidak mendiamkan saja kemungkaran terjadi di sekitar mereka sehingga azab tidak menimpa secara merata kepada mereka. Di dalam Shahih Muslim dari Zainab binti Jahsy bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan dibinasakan padahal ada orang-orang shalih di tengah kami.?” Beliau menjawab, “Ya, bila keburukan telah demikian banyak.”
**** Imam Ahmad meriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Bila perbuatan-perbuatan maksiat di tengah umatku telah nyata, maka Allah akan menimpakan azab-Nya kepada mereka secara merata.” Ia berkata, “Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bukankah di tengah mereka itu ada orang-orang yang shalih.?’ Beliau menjawab, “Benar.” Ia berkata lagi, “Bagaimana jadinya mereka.?” Beliau bersabda, “Apa yang menimpa orang-orang menimpa mereka juga, kemudian nasib akhir mereka mendapatkan ampunan dan keridlaan dari Allah.”
***** Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id bin al-Ma’ally, dia berkata, “Pernah ketika aku sedang shalat di Masjid, lalu dipanggil oleh Rasulullah SAW namun aku tidak menjawabnya, kemudian barulah aku mendatanginya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku barusan dari shalat di Masjid.” Lalu beliau bersabda, “Bukankah Allah Ta’ala berfirman, ‘Penuhilah pangglan Allah dan Rasul bila ia mengajakmu kepada hal yang dapat menghidupkanmu.?” …selanjutnya beliau (al-Bukhary) menyebutkan teks haditsnya.
Para ulama berkata, “Dalam kasus ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan yang bersifat wajib atau ucapan yang bersifat wajib bila dilakukan di dalam shalat, tidak membatalkannya.”
SUMBER:
-Aysarut Tafaasiir Li Kalaamil ‘’Aliiyyil Kabiir karya Syaikh al-Jazairy (disingkat: Ays)
-Taysiirul Kariimir Rahmaan Fii Tafsiir Kalaamil Mannaan karya Syaikh Nashir as-Sa’dy (disingkat: Tys)

At-Taubah

At-Taubah: Satu-satunya surat dalam Al-Qur'an yang tidak diawali dengan lafadz basmalah. Surat ini berisi firman-firman Allah yang tegas dan keras tentang berjihad (berperang) di jalan Allah. Saya sebut tegas karena berjihad ini bukanlah pilihan. Setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah tidak selayaknya menolak untuk berjihad tanpa ada uzur yang sangat kuat.

Saya sebut keras karena Allah tidak menampakan kelembutannya dalam perintah berjihad ini. Allah SWT seolah-olah tidak memberikan toleransi sedikit pun mengenai keharusan berjihad bagi orang-orang yang beriman. Sebegitu kerasnya perintah Allah sampai orang-orang yang membuat-buat alasan (dengan berdusta) untuk tidak ikut berjihad dijanjikan adzab yang pedih. Na'udzubillaahi min dzaalik.

Memang tidak semua ayat dalam surat At-Taubah ini tentang berjihad di jalan Allah. Akan tetapi, secara garis besar, ayat-ayat dalam surat At-Taubah ini tidak lepas dari peringatan-peringatan keras dari Allah kepada orang-orang kafir, fasik, dan munafik. Peringatan-peringatan keras ini senantiasa diakhiri dengan peringatan akan adzab yang pedih dan kekal. Na'udzubillaahi min dzaalik.

Tidak banyak yang dapat saya paparkan dari surat At-Taubah. Hikmah yang saya dapatkan untuk saat ini pada dasarnya hanya beberapa paragraf di atas. Di bawah ini saya cantumkan beberapa ayat yang sengaja saya kutip dari surat tersebut:

orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. At-Taubah:20)

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. (QS. At-Taubah:25)

pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At-Taubah:35)

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[1]. (QS. At-Taubah:40)

Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At-Taubah:51)

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (QS. At-Taubah:54)

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (QS. At-Taubah:68)

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. At-Taubah:72)

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah:100)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah:111)

Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (QS. At-Taubah:116)

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah:122)

HADITS KEEMPATPULUH DUA

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّماَءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

[رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح ]

Terjemah Hadits / ترجمة الحديث :

Dari Anas Radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam, sesungguhnya Engkau berdoa kepada-Ku dan memohon kepada-Ku, maka akan aku ampuni engkau, Aku tidak peduli (berapapun banyaknya dan besarnya dosamu). Wahai anak Adam seandainya dosa-dosamu (sebanyak) awan di langit kemudian engkau minta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni engkau. Wahai anak Adam sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi kemudian engkau menemuiku dengan tidak menyekutukan Aku sedikitpun maka akan Aku temui engkau dengan sepenuh itu pula ampunan “

(Riwayat Turmuzi dan dia berkata : haditsnya hasan shahih).

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:

1. Berdoa diperintahkan dan dijanjikan untuk dikabulkan.

2. Pemberian maaf Allah dan ampunan-Nya lebih luas dan lebih besar dari dosa seorang hamba jika dia minta ampun dan bertaubat.

3. Berbaik sangka kepada Allah Ta’ala, Dialah semata Yang Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat dan istighfar.

4. Tauhid adalah pokok ampunan dan sebab satu-satunya untuk meraihnya.

5. Membuka pintu harapan bagi ahli maksiat untuk segera bertaubat dan menyesal betapapun banyak dosanya.

Media Muslim INFO Project | http://www.mediamuslim.info | Indonesia @ 1428 H / 2007 M

geovisit(); 1

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam 40 Hadis, 40 Hadist, 40 Hadits, Arba'in An Nawawi, Arbin An Nawawi, Hadis Arbain, Hadis Imam Nawawi, Hadits Arba'in, Hadits Arba'in An Nawawi, Hadits Imam Nawawi, Hadits Populer, Hadits Shohih, Imam Nawawi

HADITS KEEMPATPULUH SATU

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ

[حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَرَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّة بإسنادٍ صحيحٍ ]

Dari Abu Muhammad Abdillah bin Amr bin ‘Ash radhiallahuanhuma dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa “

Hadits hasan shahih dan kami riwayatkan dari kitab Al Hujjah dengan sanad yang shahih.

(Hadits ini tergolong dho’if. Lihat Qowa’id Wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, karangan Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibn Rajab)

Media Muslim INFO Project | http://www.mediamuslim.info | Indonesia @ 1428 H / 2007 M

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam 40 Hadis, 40 Hadist, 40 Hadits, Arba'in An Nawawi, Arbin An Nawawi, Hadis Arbain, Hadis Imam Nawawi, Hadits Arba'in, Hadits Arba'in An Nawawi, Hadits Imam Nawawi, Hadits Populer, Hadits Shohih, Imam Nawawi

Rabu, 22 Februari 2012

SIKAP MENCINTAI AL-QUR’AN SEBAGAI KITAB ALLAH

Menurut bahasa Al Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca, sedangkan menurut istilah Al Qur’an adalah ”Kalamullah berupa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., melalui malaikat Jibril dan membacanya adalah ibadah”.
Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Al Qur’an terdiri atas 30 juz, 114 surat dan 6236 ayat. Ayat yang pertama kali turun adalah QS Al ’Alaq ayat 1-5 yang turun di Makkah pada tanggal 17 Ramadlan Tahun Pertama Kenabian (6 Agustus 610 M). Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah QS Al Maidah ayat 3 yang turun di Madinah pada tanggal 9 Dzulhijjah Tahun 10 Hijriyah.
Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang harus dibaca, dipelajari maknanya dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu umat Islam harus memilili sikap mencintai Al Qur’an. Sikap mencintai kitab Suci Al Qur’an dapat ditunjukkan dengan :
1. Tidak menyentuh (memegang) kitab Suci Al Qur’an kecuali dalam keadaan suci dari hadats. Firman Allah SWT dalam QS Al Waqi’ah ayat 79 :
žw ÿ¼çm¡yJtƒ žwÎ) tbr㍣gsÜßJø9$# ÇÐÒÈ
”tidak menyentuhnya (Al Qur’an) kecuali orang-orang yang suci”.
Sabda Rasulullah Saw. :
لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرْ (رواه ابو داود و النساء)
“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci”
2. Meletakkan kitab Suci Al Qur’an pada tempat khusus, tidak disembarang tempat dan tidak boleh diletakkan di bawah benda yang lain. Jumhur Ulama mengatakan, ”meletakkan sesuatu di atas Al Qur’an hukumnya haram, karena termasuk perbuatan menghina dan merendahkan Al Qur’an”
3. Membaca kitab Suci Al Qur’an setiap hari meskipun hanya beberapa ayat, sebab membaca Al Qur’an merupakan ibadah. Sabda Rasulullah Saw. :
عَلَيْكَ بِتِلاَوَةِ ا لْقُرْآنِ فَإ نَّهُ نُوْرٌ لَّكَ فِى اْلاَرْضِ وَذُخْرٌ لَّكَ فِى السَّمَآءِ (رواه ابن ماجه)
”Hendaklah engkau membaca Al Qur’an, sebab bacaan Al Qur’an adalah cahaya bagimu di bumi dan simpananmu di langit”
4. Membaca kitab Suci Al Qur’an dengan tartil (sesuai ilmu Tajwid) dan suara yang bagus. Firman Allah SWT dalam QS Al Muzammil ayat 4 :
È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ
”... dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”.
Sabda Rasulullah Saw. :
جَوِّدُ الْقُرْآنَ فَإِنَّ التَّجْوِيْدَ حِلْيَةُ الْقِرَاءَةِ (رواه الترمذى)
“Baguskanlah bacaan Al Qur’an, maka sesungguhnya membaguskan bacaan Al Qur’an itu hiasan qira’ah (bacaan)”
5. Jika mendengar Al Qur’an dibacakan maka diamlah dan dengarkan dengan seksama agar mendapat rahmat.. Firman Allah SWT dalam QS Al A’raf ayat 204 :
#sŒÎ)ur ˜Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ
“dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.
Firman Allah SWT dalam QS Al Anfal ayat 2 :
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.
6. Mempelajari dan mengajarkan kitab Suci Al Qur’an kepada orang lain. Sabda Rasulullah Saw. :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه مسلم)
”Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya”
7. Menjadikan kitab Suci Al Qur’an sebagai pedoman hidup sehari-hari. Sabda Rasulullah Saw. :
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رواه الحكيم)
”Kutinggalkan untukmu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasul-Nya (Al Hadits)”.